GUNUNGSITOLI – BALUSENIAS.COM
Markas Komando Kepolisian Resor Nias didatangi 22 aktivis dan jurnalis pada Selasa, 6 Mei 2025. Berkumpul spontan, mereka sehati menanyakan penanganan sejumlah perkara yang dilaporkan masyarakat.
Dua kasus utama, adalah dugaan penyekapan disertai penganiayaan dan perkara lanjutan atas aksi sweeping oleh anggota salah satu organisasi kemasyarakatan di Kota Gunungsitoli.
Empat Perwira Menengah menerima para aktivis dan jurnalis dengan Kepala Satuan Bimbingan Masyarakat, AKP Narson Waruwu, sebagai mediator.
Hadir Kepala Satuan Intelijen dan Keamanan Iptu Agam Parlindungan dan Kaur Bin Ops Satintelkam Ipda Berlian Harefa. Sebagai narasumber mewakili Kapolres Nias AKBP Revi Nurvelani, adalah Kepala Satreskrim AKP Adlersen Lambas Parto Tambunan.
“Sederhana saja kami sampaikan, agar tidak jadi bola liar. Kita ingin tahu seperti apa (penanganan perkaranya),” ujar Candra Arbi Bugis, dalam dialog di Ruang Graha Sanika Satyawada Mako Polres Nias.
Menurut pria akrab disapa Aban Bugis ini, perkara dugaan penyekapan disertai penganiayaan yang terjadi pada Minggu, 4 Mei 2024 tengah malam, telah menjadi perhatian publik. Tidak hanya keluarga dari Sevianto Telaumbanua, 21 tahun, sebagai korban yang penasaran dengan penanganan kasus tersebut. Masyarakat luas pun bertanya-tanya.
Ia mengungkapkan, sejumlah aktivis dan jurnalis turut bersama petugas kepolisian di tempat kejadian perkara yang dilaporkan keluarga korban. Untuk mempermudah pengungkapan perkara tersebut, mereka telah membantu informasi keberadaan dua terduga pelaku penganiayaan.
“Kawan-kawan sudah dapat info, tapi seperti tak direspon. Apalagi terduga pelaku kabarnya akan menyeberang ke luar pulau,” katanya.

Ia mengakui, masyarakat meyakini Polisi adalah payung hukum yang melindungi, mengayomi dan melayani. Namun, keluarga korban yang miskin, kuatir terduga pelaku sebagai orang berada akan diperlakukan istimewa. “Ketakutan kita, preman lebih kuat dari Polisi,” tegas Aban Bugis.
Soal kasus anggota ormas yang sedang dikembangkan penyidik, para aktivis tetap berharap Polres Nias profesional dan independen. Sehingga tidak akan muncul lagi aksi-aksi premanisme mengatasnamakan ormas.
“Kami jenuh dengar kata tunggu tanggal mainnya. Yang kami mau, jangan tumpul ke atas tapi tajam ke bawah,” ujarnya.
Soal dugaan penyekapan disertai penganiayaan, Markus Kaide Hulu, berharap Polisi dapat menyingkap fakta-fakta. “Bukan hanya penganiayaan, ada pelecehan dan perampasan hp (telepon seluler) korban,” singkat Ketua LSM Pemantau Kinerja Aparatur Negara atau Penjara Kota Gunungsitoli ini.
Edward Firman Firdaus Lahagu menyoroti kasus pemukulan yang menimpa seorang pengacara pada Selasa, 6 Mei 2025 dini hari. Pemukulan tersebut, diyakini bukan aksi begal, tapi ada unsur dendam atas pendampingan hukum yang dilakukan oleh pengacara tersebut.
Kejadian menimpa pengacara, YL itu membuat kesan Pulau Nias sedang tidak baik-baik saja. Dalam kasus Sevianto Telaumbanua sebagai korban, diminta Polisi segera menangkap pelakunya.
“Kami harap Polisi profesional dalam menjalankan tugas. Jangan justru jadi pelaku,” kata pria yang juga Ketua Forum Aliansi Masyarakat Peduli Kepulauan Nias atau Farpken.

“Kenapa belum ditangkap pelakunya. Saat kami lapor, kami tak tahu wajahnya. Setelah laporan barulah kami tahu pelakunya,” kata Orihati Telaumbanua, tante dari Sevianto Telaumbanua yang ikut dalam dialog.
“Mereka balik laporkan kami. Kalau pun kami salah, kami mau jalani hukum. Tapi kenapa info dari kami seperti tak direspon. Jangan nanti polisi bilang kasus berhenti karena pelakunya sudah di seberang,” imbuh Ina Yuce ini.
AKP Adlersen Lambas Parto mengatakan, harusnya para aktivis dan jurnalis yang mendampingi bisa menjelaskan agar pihak korban tak kecewa. Proses hukum tidak semudah dipikirkan masyarakat awam. Anggota Satreskrim Polres Nias juga sudah menyelidiki keberadaan terduga pelaku.
Ada prosedur dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, dan menangkapnya. Harusnya disampaikan kepada keluarga korban, tidak asal, tapi harus sabar. “Kita tangkap orang tidak asal-asalan. Setidaknya ada dua alat bukti,” ungkapnya.
Dari laporan masyarakat atau informasi didapat Polisi, penyelidikan dilakukan untuk meemukan apakah ada tindak pidana atau tidak. Setelah meyakini ada pidananya, barulah naik ke tahap penyidikan.
Alat bukti apakah ada rekaman, bagaimana dia disekap atau dianiaya. Kemudian visum, itu baru terhitung sebagai satu alat bukti. Jika bekerja asal, risikonya justru oknum Polis yang akan diproses.
“Ada pra peradilan dan proses lainnya. Ibu yakinlah, tanggung jawab kami. Tapi kami pastikan dulu dua alat bukti. Barulah kami menangkap. Tak mungkin kita langsung tangkap orang. Kalau tak lakukan prosedur, risikonya sama kami,” katanya.
Soal kasus melibatkan ormas, ditegaskan AKP Adlersen Lambas Parto sebagai atensi pimpinan di Polres Nias. “Saya tak bisa ngomong di sini, tapi lihat aksi kami nantinya,” imbuhnya.
Untuk info terkait pemukulan pengacara YL, Kasat Reskrim berterimakasih. Hal itu akan dijadikan ‘pekerjaan rumah’ untuk memantau tempat rawan. Agar diadakan patroli. “Ini jadi ancaman nyata kepada keluarga kita. Harus diantisipasi,” pungkasnya.
“Harapan kami sebagai sahabat, Polres Nias laksanakan proses hukum dua kasus ini dengan benar dan transparan,” ungkap Meiaman Lase, Ketua Umum Perkumpulan Barisan Lugas Sehati atau Baluse.
Sejumlah harapan juga disampaikan aktivis dan jurnalis yang hadir. Mereka adalah Siswanto Laoli, Asafati Lase, Adieli Laoli, Gunawan Hulu, Setiaman Lase, dan Deswan Zebua. Ada juga Yosiaro Zebua, Temasokhi Zebua, Agri Helpin Zebua, Faozanolo Zebua, Ama Faris Zebua, dan Arozatulo Ndraha. (Jojor Masihol Marito)