GUNUNGSITOLI – BALUSENIAS.COM
Penyulingan minyak nilam di Desa Miga, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli, ada yang mengeluhkan. Alasannya, aroma tidak sedap menyebar di lingkungan dan membuat keretakan pada dinding rumah salah seorang warga.
Namun, keluhan yang disampaikan salah satu lembaga swadaya masyarakat itu berbanding terbalik dengan tanggapan sejumlah pihak. Tiga bulan beroperasinya penyulingan itu, warga sekitar merasa tidak ada masalah.
Menurut Yadiria Halawa, tidak benar jika penyulingan minyak nilam di Jalan Miga Indah Dusun 1 Desa Miga itu menimbulkan masalah. Soal aroma tidak sedap, tidak ada. Justru minyak nilam tercium harum di udara.
“Saya tinggal dekat sini, tidak ada bau busuk. Kami sangat senang karena bisa ikut bekerja, bisa bantu ekonomi keluarga,” kata wanita yang dikenal sebagai Ina Wiliam Lase pada Sabtu, 6 Juni 2025.
Ia mengaku telah setahun kerja bersama Suwito, pemilik penyulingan minyak nilam tersebut. Suwito sejak lima tahun lalu membuka usaha pembelian hasil tani di Kepulauan Nias. Terutama rempah-rempah, seperti Kapulaga.
“Ada enam kami kerja dari pagi sampai sore, kadang sampai malam, tapi disediakan makan dan uang lembur. Bos sangat baik, kami senang kerja di sini,” katanya.

Soal suara bising dari pengolahan nilam itu, dibantahnya. “Mana ada ribut, bisa tanya warga lain yang paling dekat. Biar malam, tidak ada suara ribut,” ujar Ina Wiliam Lase.
Tetangga lain, Delima Nazara, berpendapat sama. “Semua isu itu tidak benar, kami saja yang dekat tidak merasa terganggu. Bahkan kami bersyukur, warga sini terbantu, bisa ikut bekerja,” tegasnya.
Ditemui di lokasi penyulihan di atas lahan berukuran 30 x 50 meter itu, Suwito mengaku usaha pengolahan daun kering menjadi minyak itu dimulai Maret 2025 lalu. Sebelumnya, ia fokus berdagang Kapulaga sejak tahun 2020. Khusus penyulingan, dibuka di lahan sekitar 10 x 10 meter.
“Rumah yang protes itu cukup jauh dari sini. Kalau katanya bising, mengapa tetangga malah tidak terganggu. Kalau katanya rumahnya retak karena mesin di sini, kenapa rumah tetangga baik-baik saja,” ujarnya.
Ia menunjukkan, proses penyulingan dengan tiga tungku, hanya menggunakan kompor dengan bahan bakar oli mesin bekas. Selain tidak membuat bising, pembakaran juga tidak menimbulkan asap berlebih.
“Malahan, pemilik dan mekanik di bengkel senang. Karena oli kotor yang tadinya dibuang, sekarang berharga. Karena saya beli dari mereka Rp1.000 lebih perliter. Kemarin, ada bengkel terima uang lebih Rp1 juta dari saya, karena oli bekasnya saya beli,” kata Suwito.
Suwito yang istrinya bermarga Zega, membantah tudingan pencemaran lingkungan dari aktivitas usaha penyulingannya. Justru, daun nilam yang sudah disuling, malah diminta oleh beberapa orang. Karena terbukti, bisa menyuburkan tanah.
“Ini di lahan belakang, subur tanaman sayuran. Karena daun nilam bekas suling saya tumpuk di situ. Makanya ada yang sudah pesan, dan siap jemput ke sini,” ujarnya.
Pria yang bertumbuh dan bersekolah dari tingkat SD hingga SMA di Gunungsitoli ini, menjelaskan soal tudingan pencemaran lingkungan itu. Cairan akhir tak terpakai dari penyulingan didinginkan dan diendapkan lebih dulu dalam drum di lahan belakang.
Setelah itu disiramkan di lahan yang ada, dan malahan membuat subur tanaman yang ada. “Sudah pernah saya panggil pihak dinas lingkungan ke sini. Yang jelas, tidak ada yang salah. Boleh ditanyakan ke pihak mereka,” ujar Suwito.
Sarofati Lase turut membantah tudingan dimaksud. Meski rumahnya masuk di Desa Sihare’o II Tabaloho, tapi hanya berjarak ratusan meter dari lokasi penyulingan. Bising atau aroma tak sedap, tidak pernah ada.
“Kalau ada masalah di situ (penyulingan), pasti kami tahu. Setidaknya pasti ada obrolan warga di warung kopi. Sampai sekarang, tidak pernah ada yang bicarakan penyulingan ini,” katanya. (Jojor Masihol Marito)