GUNUNGSITOLI – BALUSENIAS.COM
Poli Bedah di RSUD dr Martin Thomsen Nias hanya dilayani seorang dokter spesialis bedah. Manajemen rumah sakit yang dikelola Pemerintah Kabupaten Nias ini menyebut tiga dokter bedah lainnya, tidak lagi dapat melayani di sana dengan alasan berbeda-beda.
“Poli Bedah untuk rawat jalan untuk sementara ini tidak menerima pasien. Ditutup sementara,” ungkap Kepala Sub Bagian Akreditasi, Humas, Hukum dan Kemitraan RSUD dr M Thomsen Nias, Benhard Doloksaribu pada Senin (11/8/2025).
Benhard Doloksaribu mengakui, sebelumnya ada empat dokter spesialis bedah yang melayani di RSUD dr M Thomsen Nias. Namun, tiga lainnya sedang terkendala. Misalnya, dr Hadjriadi Syah Aceh SpB yang disebut sedang mengurus Surat Izin Praktek atau SIP yang telah berakhir.
“Dokter Jefri (dr Jefry Adikam Sitepu SpB) dari Nias Barat, sampai saat ini dia belum bersedia untuk berpraktek di RSUD dr M Thomsen. Dengan alasan pribadi beliau, tidak tahu kenapa,” jelasnya.
“Dokter Victor (dr Victor Krisman Fa’atulo Telaumbanua SpB) untuk saat ini sedang mengurus masalah di bagian kepegawaian, internal rumah sakit,” imbuhnya.
Baca juga: Pasien Keluhkan Tak Ada Dokter Bedah, Begini Kata Manajemen RSUD dr M Thomsen Nias
Menanggapinya, Dokter Victor yang berstatus ASN Pemerintah Kabupaten Nias, membantah jika ia disebut berhalangan dalam melayani di rumah sakit dengan Akreditasi Tipe C itu. “Sebagai ASN yang bertugas di rumah sakit, saya hadir setiap hari,” katanya.
Ditanya mengapa tidak bertugas di Poli Bedah, ia enggan berkomentar. “Kalau soal itu, ranahnya direktur (Direktur RSUD dr M Thomsen Nias, dr Noferlina Zebua), silahkan ditanya kepada beliau,” ujarnya saat dikonfirmasi lewat sambungan telepon pada Kamis (14/8/2025).

Ditemui saat melayani di Poli Bedah RSU Bethesda Gunungsitoli, dr Jefry Adikam Sitepu mengaku tidak lagi bertugas di RSUD dr M Thomsen Nias. Ia menyebut ada alasan ia tidak menyampaikan Surat Tanda Registrasi atau STR ke rumah sakit yang berlokasi di Kota Gunungsitoli itu.
“Ada hak kami yang belum diberikan oleh manajemen rumah sakit. Makanya saya tidak menyerahkan STR dan SIP (Surat Izin Praktek),” ungkap pria yang berstatus ASN dengan golongan dan pangkat IIID di Pemerintah Kabupaten Nias Barat ini.
STR merupakan dokumen resmi yang menjadi syarat wajib bagi dokter untuk melakukan praktik kedokteran di Indonesia.
dr Jefry Adikam menuturkan, insentif yang menjadi haknya untuk pelayanan di bulan Juli sampai Oktober 2024 belum dibayarkan. Alasan manajemen saat itu kepadanya, tidak ada tanda kehadiran yang dibuktikan dengan face recognition system atau sistem pengenalan wajah yang disebut Face Print.
“Karena baru diberitahu harus face print di Oktober, makanya November dan Desember 2024 dibayar karena sudah ada face print,” katanya.
Baca juga: Soal Layanan RSUD dr M Thomsen, Sabayuti Gulo: Sehari Ini Saya Terima 2 Keluhan
Ia menegaskan tidak akan kembali melayani di RSUD dr M Thomsen Nias, jika insentif yang menjadi haknya belum dibayarkan. Insentif yang semestinya dibayarkan, sedikitnya Rp5 juta perbulan.
“Sepanjang hak kami tak dipenuhi,” katanya. Ia mulai melayani di RSUD dr M Thomsen sejak Januari 2023.
Sementara dr Hadjriadi Syah Aceh SpB, buka-bukaan alasannya tidak menyerahkan STR dan SIP ke Manajemen RSUD dr M Thomsen Nias. “Insentif saya dari Juli sampai Desember 2024 belum saya terima. Tahun 2025 ini, jasa pelayanan (jaspel) juga belum pernah saya terima,” bebernya.
Dokter bedah berstatus ASN Pemerintah Kota Gunungsitoli ini menyebut besaran insentif yang biasa diterimanya sebesar Rp4,5 juta perbulan.
Ia mengatakan, pada 30 Desember 2024 ia ditelepon seseorang yang menginformasikan sudah bisa mengambil insentif untuk semester kedua tahun 2024. Namun, ia diminta melengkapi tanda kehadiran yang dibuktikan dengan Face Print.
“Saya belum pernah ada perekaman face print, tapi diminta untuk melengkapi bukti hadir face print. Tapi anehnya, insentif saya dari Januari sampai Juni 2024 dibayar. Sampai hari ini, insentif selama enam bulan itu belum saya terima,” tegasnya.
“Tidak dibayarkan insentif sejak Juli sampai Oktober 2024, tapi jaspel dibayar. Jadi kenapa dibilang kami tidak hadir, sementara jaspel dibayar,” imbuh pria yang telah bertugas di RSUD dr M Thomsen Nias sejak awal tahun 2020.
Pria akrab disapa Dokter Adi ini melanjutkan, tidak ingin dianggap matrealistis, karena mempertanyakan insentif yang menjadi haknya. Tapi kewajiban melayani pasien telah dilakukannya, dan sepatutnya ia menerima apa yang menjadi haknya.
“Jadi bukan saya sedang mengurus SIP, tapi kami dokter ada 3 SIP. Hanya saya tidak menyerahkan STR ke RSUD dr M Thomsen, karena memang tidak mau. SIP baru keluar setelah ada STR,” katanya lewat sambungan telepon.
Dokter Adi dan Dokter Jefry telah menyurati Manajemen RSUD dr M Thomsen Nias pada Juli 2025 lalu. Mereka menanyakan insentif yang belum mereka terima tersebut. Namun, sampai kini tidak ada jawaban mereka terima. (Jojor Masihol Marito)