IDANOTAE – BALUSENIAS.COM
Para petani di Kecamatan Idanotae, Kabupaten Nias Selatan harus tabah. Kondisi akses menuju 12 desa di kecamatan itu sangat parah. Imbasnya, pembeli komoditas pertanian pun enggan untuk menaikkan harga. Malahan ada waktunya harga beli hasil tani turun drastis alias anjlok.
Komoditas yang kini jadi primadona di Kecamatan Idanotae adalah kapulaga. Rempah yang memiliki nama latin Elettaria Cardamomum ini memiliki rasa gurih dan sedikit manis. Hal ini menjadikan kapulaga sering digunakan sebagai penguat rasa dan aroma pada masakan.
“Sekarang cuma Rp65 ribu sampai Rp75 ribu. Tapi kalau di pekan (pasar) biasanya sampai Rp80 ribu,” kata Yasoziduhu Tafonao, warga Desa Hilimbowo Idanotae saat berbincang pada Jumat, 28 Maret 2025.
Pria akrab disapa Ama Melda ini mengatakan, ia mulai menanam kapulaga pada tahun 2020 lalu. Karena tanaman ini harganya sangat menggiurkan kala itu. Dimulai dari warga Desa Umbu Idanotae, yang dalam sebulan bisa mendapat hingga Rp100 juta dari puluhan hektar kapulaga.
“Dulu tahun 2018 dan 2019 harganya sampai Rp250 ribu, kemudian turun dan pernah sampai Rp45 ribu. Jalan rusak juga jadi penyebab harga turun,” katanya.

Ama Melda menambahkan, saat ini hasil panen tidak sebanyak tahun sebelumnya. Panen belakangan ini hanya dapat sekitar 15 kilogram kapulaga kering setiap bulannya. Kendalanya, curah hujan yang tinggi membuat para petani kesulitan menjemur kapulaga.
“Tadi ada yang beli maunya Rp62 ribu, saya tak mau. Ada lagi yang maunya Rp70 ribu, dia pura-pura bandingkan warna dan pencet-pencet, saya suruh pergi saja. Akhirnya ada yang mau beli Rp75 ribu, baru saya kasih,” ujarnya.
Selain kelapa dan pisang, salah satu komoditas yang dibeli dari petani di Hilimbowo Idanotae dan desa-desa lainnya, adalah buah pinang. Hasil tani dengan nama latin Areca Catechu ini memiliki banyak kegunaan di bidang kesehatan, pertanian dan industri.
Baca Juga:
Akses 12 Desa Rusak Parah, Kades Hilimbowo Tiap Tahun Usulkan di Musrenbangcam
“Pinang paling tinggi sekarang Rp10 ribu sekilo. Kalau di pekan jelas lebih tinggi harganya. Tapi kan jalan jelek begini, ya kami tunggu saja pembeli ke sini,” kata Ama Evi Tafonao.
Kepala Desa Hilimbowo Idanotae, Mardinus Tafonao, harga-harga komoditas pertanian turut ditentukan kondisi jalan yang rusak parah. Ia mengaku telah mengusulkan perbaikan jalan antar desa itu ke pemerintah kecamatan.
Bahkan, setiap diadakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tingkat Kecamatan atau Musrenbangcam, usulan yang sama ia sampaikan.
“Setiap tahun saya hanya mengusulkan satu program, ya perbaikan jalan antar desa ini. Tapi sampai sekarang kondisinya tetap sama,” ujarnya.
Jalan rusak tersebut tidak hanya akses menuju 12 desa di Kecamatan Idanotae. Namun, juga akses terdekat menuju wilayah Kecamatan Bawolato di Kabupaten Nias. Arah sebaliknya, menuju Kecamatan Gomo di Kabupaten Nias Selatan.
Dari Hilimbowo yang merupakan ibukota Kecamatan Idanotae, berjarak sekitar 6 kilometer menuju Kantor Camat Gomo. Sedangkan ke Kecamatan Bawolato, berjarak sekitar 15 kilometer. “Yang paling parah jalannya ya ke Gomo. Bisa bapak lihat dan rasakan sendiri kalau lewat ke Gomo,” katanya. (Hezisokhi Larosa)