GUNUNGSITOLI – BALUSENIAS.COM
MWZ, usia 40 tahun, kemungkinan akan dijemput paksa oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Nias. Sebab, guru salah satu sekolah dasar di Kecamatan Tuhemberua, Kabupaten Nias Utara itu telah dua kali mangkir dari panggilan penyidik.
“Tersangkanya sudah dua kali dipanggil, belum datang. Sudah diterbitkan SP Bawa (Surat Perintah membawa tersangka) dan akan segera dilakukan upaya paksa,” ungkap Kepala Satreskrim Polres Nias AKP Adlersen Lambas Parto melalui Kasi Humas, Aipda Motivasi Gea pada Senin, 12 Mei 2025.
Melalui pesan WhatsApp, Motivasi Gea menjelaskan, tersangka disangkakan dengan Pasal 80 Ayat 1 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya adalah 3 tahun 6 bulan penjara. Sehingga bisa tidak ditahan saat proses hukum di tahap penyidikan.
“Jadi terkait ditahan atau tidak, itu kewenangan penyidik nantinya jika sudah diperiksa. Ancaman hukuman pasal yang disangkakan kepadanya di bawah 5 tahun, sehingga tidak bisa ditahan,” jelasnya.
Selaku Kuasa Hukum korban, Jonathan Mendrofa berharap ada kepastian hukum dalam penanganan kasus dugaan penganiayaan anak di bawah umur itu. Menurutnya, guru berstatus ASN itu sepatutnya ditahan.
Ia menyebut, Laporan Polisi bernomor: LP/B/45/1/2025/SPKT/Polres Nias/Polda Sumatera Utara dibuat pada Selasa, 21 Januari 2025. Pelapornya, Lina Shantry Telaumbanua sebagai ibu dari korban yang adalah murid di tempat tersangka mengajar.
Jonathan menilai, Laporan Polisi yang dibuat ibu korban belum mendapatkan titik terang. Meski tahap penyidikan telah dimulai sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/31/II/RES.1.6/2025/Reskrim, tanggal 13 Februari 2025.
“Beberapa bulan lalu sudah ditetapkan sebagai tersangka, tapi belum dilakukan penahanan,” katanya kepada wartawan.
Sikap tersangka yang mangkir dari panggilan penyidik, kata Jonathan, merupakan tindakan tidak kooperatif. Sehingga Polisi dapat melakukan penjemputan paksa atau menahan pelaku. Sesuai Pasal 1 angka 21 dalam KUHAP, setelah ditetapkan sebagai tersangka, seharusnya dilakukan penahanan.
Tujuan penahanan sebagai antisipasi tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mencegah tersangka mengulangi tindak pidana. Penahanan juga penting guna terjaganya supremasi hukum, dan memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang sedang berperkara.
Ia berharap, penyidik segera melanjutkan proses hukum, demi tegaknya supremasi hukum yang berlaku. Bila penyidik tidak sanggup, ia berharap Kapolres Nias bisa mengambil alih penanganan kasus. “Soalnya, kasus ini sangat sudah lama berjalan, tidak tuntas,” tegasnya.
Menurut Jonathan, pihak keluarga korban telah habis kesabarannya. Sebab, kasus ini sudah pernah diupayakan mediasi secara kekeluargaan. Namun MWZ disebut tidak memperlihatkan etika baik untuk berdamai.
“Malah beralasan tidak masuk akal, mau menang sendiri, menghindar dari kesalahan sebagai pelaku,” pungkasnya. (Jojor Masihol Marito)